Foto saya
I'am never perfect. J'aime mes amis.

Rabu, 05 Mei 2010

Ketika Hati Gugur III

Ku buka pintu rumah, dimana tempat kutinggal selama bertahun tahun, bersama nenek yang telah memiliki usia berkepala enam. Tak dapat ku pungkiri dan tak dapat ku percaya, aku berpisah dengannya. Mungkin jika aku hanya pergi untuk sehari dua hari, tak menjadi beban di hati, tapi ini sulit ku terima, dan entah kapan aku akan kembali.
Ku lemparkan tubuhku ke tempat tidur dan ku pejamkan mata, tapi ku terperanjak bangun ketika ku ingat kado kado yang hari itu di berikan teman teman ku dan di dalamnya tertulis surat yang belum sempat ku baca. Ku buka lembar surat pertama, kertas mickey berwarna biru muda. Berbedar jantung ku ketika membukanya seakan membuka surat cinta dari seorang kekasih, dan di dalam surat itu bertulis,
« Dear my best friend. "Jangan pernah lupakan aku, jangan hilangkan diriku, jangan pernah lupakan aku, jangan pergi dari aku". Sahabat, sepenggal lagu ini mencurahkan isi hati kita semua, yang tidak mau dilupakan kehilangan kamu. Tidak menginginkan kamu pergi dari sisi kami. Tapi, kami tahu itu terbaik buat kamu untuk mewujudkan segala mimpi mu. Kami mendukung kepergian kamu walau sedikit berat melepaskan mu. Sahabat, kamu wajib tahu. Kami di sini sayang banget sama kamu. You always in my heart, we love you cha! Kami kehilangan kamu. Selamat jalan sahabat ku, semoga sukses di sana. Dan kalo udah sukses jangan lupain kita semua ya!
Sahabat, kami memberikan suatu barang yang bisa mengingatkan mu dengan kita. Maaf kami hanya bisa memberi ini, suatu benda yang harganya nggak seberapa. Ini hasil patungan loh cha! Dari anak Pramuka paskibra kelas 8 dan 9 yang sayang icha! Semoga kalo liat benda ini kamu inget kita semua ya. Sahabat, don't forget your friends in here! Jangan pernah lupain kenang kenangan di sini. Benda ini suatu bukti sayang kita ke kamu. Jangan sampai hilang ya sayang. Kita semua sayang kamu icha! hati hati di sana! We love you..
»
Oh Tuhan, terduduk lemas aku di lantai kamar. Ku berkata dalam hati, dan ingin ku protes Tuhan. Izinkan aku tinggal sehari saja di sini, aku tak peduli jika lusa adalah hari terakhir ku tersenyum kepada matahari. Aku ingin mereka disamping ku, berjuang bersama ku, tertawa denganku, mencicipi masa masa remaja kami bersama.
Luar biasa perasaan ku terporak poranda dalam satu hari itu. Tapi dalam detik itu juga aku khilaf. Aku tak berhak memprotes Tuhan, aku tak berhak mengatur jalan yang akan datang. Setidaknya, aku masih mempunyai mama yang bersedia disamping ku.
Ku buka kado pertama, kado yang terbungkus apik. Dan ku sadari senyum kembali merekah di bibir ku ketika ku melihat kado cantik itu, boneka beruang. Boneka beruang berwarna putih dan kuning itu meletakan sebagian titik ketenangan di hatiku, sebagai teman pengingat dan tempat melampiaskan kerinduanku nanti. Lalu ku buka kado kado ku yang lain. Ketika ku melihat kado boneka yang Eka berikan, teringat pula ketika ku marah dengannya. Eka telah meninggalkan ku ketika rapat osis terakhir, dan sebenarnya dia menyiapkan kado untukku, sungguh teramat memalukan tingkahku.
Lalu mataku beralih pada sebuah buku, dan di dalamnya terdapat sepucuk surat lain.
« Kita semua berharap lo nggak akan lupain kita. Ini yang bisa kami berikan. Buku diary ini untuk ungkapin isi hati lo. Entah puisi atau kenang kenangan terindah selama lo ada di doeratip dan jakarta. Semoga berguna buat lo ya..»
Aku pun kembali tersenyum membaca surat itu. Singkat, padat, dan berarti buat ku. Mereka mengingat kesenangan ku menulis, hal yang sungguh membuat seakan hatiku seperti besi panas yang di masukan ke air dingin. Tak lupa pula Nur Rachmawati yang biasa ku panggil kak nuy, adalah seorang gadis yang di kenal selalu periang dan percaya diri, dan dia pun tak luput dalam kesedihan. Ku ingat dia memberikan sebuah benda, yaitu sebuah pena biru muda. "Nih dek, pulpen buat nulis buku diary adek. Ini pulpen kesayangan gue. jangan sampe hilang ya dek!" katanya dengan nada yang berusaha menutupi kesedihan itu. Tapi bagaimanapun caranya menutupinya, aku mengetahuinya.
Dan masih banyak kado lagi dari teman teman yang lain. Elza Elga, Abraham, Iyes, Bunga, Via, dan lainnya. Dan pandangan ku terpaku pada selembar karton yang betuliskan We Love Icha berserta tanda tangan teman teman Pramuka Paskibra dan beberapa perwakilan guru. Aku tertawa geli ketika membaca pesan pesan dari mereka, rata rata dari mereka mengaharapkan agar aku tidak kerasan tinggal di sini, tapi tak ada satu pun yang dapat mengubah rencana kepergian ku, kecuali Tuhan.
Sampai akhirnya mama mengagetkan ku, "ya ampun cha, barang sebanyak ini mau di taro mana?". Dan om ku menyambar seperti metro mini kekurangan penumpang, "Udah titip aja sama om, nanti tahun depan di ambil lagi".
"Nggak lah ya, lebih baik di lipet lipet dalem tas dari pada titip sama om. Eh iya ma, aku yang bawa kok di dalem tas ku. Janji deh ngk di masukin ke dalem koper. Boleh ya ma? ini berharga banget masalahnya, ngk mungkin aku tinggal."
"yaudah, terus itu panda sebesar monas mau taro di mana?" kata mama sambil menunjuk ke arah boneka ku.
"enak aja panda, beruang tahu. Aku kasih nama Jay, keren kan ma? Yaudah tenang aja aku yang bawa kok. lagi pula nggak berat."
"yaudah yaudah, cepet mandi sebentar lagi berangkat" kata mama sambil melangkah pergi.
Dengan tenaga yang tersisa ku coba melangkah, tapi alhasil aku berjalan seperti seorang yang sedang mabuk, yang tak mampu berdiri tegak. Tapi ku coba dengan sekuat tenaga.
Ketika aku hampir selesai mandi, terdengar suara bersorak sorak memanggil namaku. Apakah aku sedang berhalusinasi ataukah reaksi karena aku terlalu letih?

BERSAMBUNG ...

2 komentar:

  1. ichaaaa!! suratnya itu gue yang nulis lhooo sayang ;*****

    BalasHapus
  2. iyaaa kak itu lu yang nulis. hihi
    masih gue simpen loh kak :D
    eh tapi ini cerita gue karang karang dikit. namanya juga cerita karangan. ;) Tunggu kelanjutannya ya :DD

    BalasHapus